TIDAK semua orang Teuton yang mendiami Tegal pada masa penjajahan berperilaku biadab. Pengecualiannya adalah sosok Van Tyre. Pada masa pendudukan kolonial Belanda di Indonesia, Van Tirus tinggal di Dusun Sampak, salah satu kawasan yang kini menjadi Desa Debonglor, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal.
Sosok populer Van Tyre dianggap baik. Ia datang ke Indonesia sekitar tahun 1887 sebagai seorang pengusaha kaya raya untuk memperoleh hak guna tanah di wilayah Dukuh Sampak – melalui jalan Kapten Sudibyo. Dia tinggal di sana bersama istrinya di ladang yang sangat luas.
Menurut Ida Fitri Yusmana, penulis cerpen tentang keutamaan Van Tire dalam buku Tegal Narrationum Histories bersama AM. Erwindho H mengatakan, meski Van Tirus berkebangsaan Belanda, ia tetap jujur.
“Banyak tanah hasil bumi yang disumbangkan kepada Van Tyro untuk kepentingan pribumi,” tulisnya dalam salah satu judul buku Tegal Bercerita, Kumpulan Cerita Rakyat Tegal terbitan 2017.
Lebih lanjut dia menjelaskan, selain Van Tires sosok yang terhormat, ternyata dialah yang paling marah dengan penjajahan Belanda. Dengan enggan, dia menggunakan haknya untuk kembali ke tanah di bawah kekuasaan Belanda. sebaliknya, ia menghibahkan tanahnya untuk kepentingan masyarakat di desa tempat tinggalnya.
Suatu hari dia melihat sekelompok pria membawa peti mati melintasi bagian barat kebunnya. Mereka yang lelah bergiliran mengangkat peti mati, terengah-engah, karena jarak dari desa ke tempat pemakaman jauh.
Peristiwa di pagi hari itu menyentuh hatinya dengan perenungan mendalam untuk Van Tyro. Dia khawatir dengan apa yang dia lihat di pagi hari, sebuah gerakan untuk kepentingan masyarakat. Akhirnya Van Tire diberi bagian kuburannya.
“Tempat tanah yang akan dijadikan kuburan masyarakat tidak jauh dari rumah Van Tyr. Dahulu, bekas kuburan di pinggir rel kereta api, yang sekarang menjadi warung sate H. Sakya dan beberapa rumah di sebelahnya. untuk itu, sambung Idaeus dalam buku Tegal Bercerita” halaman 189.
Kebaikan Van Tyre tidak berakhir di situ. Saat hendak kembali ke negara asalnya, ia menghibahkan tanahnya kepada POLDA Jateng untuk Brimob. Hal itu diketahuinya karena ada kompi Brimob di Tegal yang tidak memiliki asrama. Oleh karena itu, sebagian tanah disumbangkan untuk digunakan sebagai asrama mobil brigade.
“Pada tahun 1963, Asrama Mobil Brigade dibangun dan diselesaikan tahun itu juga. Rumah sakit itu masih ada sampai sekarang.”
tahukah kamu Pembangunan Masjid “Nurul Iman” di Dusun Sampak, Kecamatan Debonglor, Di Tanah Siapa Dibangun?

Di lokasi dibangunnya masjid Dusun Sampak, dahulu terdapat sebuah rumah tempat tinggal Van Tyrus. Semua dilakukan Van Tyro demi kepentingan masyarakat setempat sebelum kembali ke Windmill Land, Belanda.
Hingga saat ini, masjid peninggalan rumah Van Tyre ini masih berdiri dan menjadi tempat ibadah umat Islam yang semakin indah.
——-Lanang Setiawan ,
penulis dan novelis yang menerima Hadiah Sastra “Rancage” 2011.