Kesenian Sintren Dihidupkan Lagi di Semedo – Info Tegal | Tegal Info

Kesenian Sintren Dihidupkan Lagi di Semedo –  Info Tegal | Tegal Info

kedatangan di Museum Situs Semedo pada hari Minggu, jika ingin melihat kerajinan tradisional yang sekarang sudah sangat sulit ditemukan. Pada hari Minggu selain tentunya pengunjung dapat menikmati sajian dari benda-benda purbakala, pengunjung akan disuguhkan dengan pertunjukan yang menarik yaitu kesenian Sintren.

Seni sintren dapat dilihat di belakang gedung museum. Dia menunjukkan bahwa itu berbau mistis, dan agak tidak masuk akal. Perawan ditempatkan dalam sangkar dengan tangan dan tubuhnya diikat dengan tali. Namun begitu keluar dari kandang, gadis itu sudah berhias, cantik dan berkacamata hitam.

Bagaimana perawan, yang tangan dan tubuhnya diikat dengan tali, memandangnya yang sudah berpakaian dan berkacamata hitam? Siapakah makhluk yang memasak dalam tahanan Sintren, yang hanya cukup untuk tubuh Sintren? Berikut setumpuk pertanyaan yang mengganjal di kepala pendengar Art Sintren.

Menurut Dakri, salah satu penabuh nayaga atau gamelan mengatakan bahwa kesenian Sintren selain penyanyi dan pemusik, juga Kemlandang alias pemain Sintren yang berperan paling besar.

“Kemlandang adalah perunding Sintren lain yang bertugas melakukan sesuatu di Sintren sehingga dia benar-benar menjadi Sintren. Tanpa Kemlandang teknik ini tidak mau bekerja, katanya.

Lebih lanjut dikatakan bahwa sintren harus diusir sepenuhnya perawan. Gadis suci tidak memiliki suami. Langkah pertama untuk menjalankan pertunjukan Sintren, aktor harus terlebih dahulu mengikat tangan dan tubuhnya. Dia berpakaian sopan, kecuali dengan perhiasan atau riasan.

“Selanjutnya, calon Sintren di kandang yang hanya cukup untuk tubuh Sintren.”

Bagaimana ritual calon Sintren untuk menjadi seorang Sintren?

“Dalam perjalanan menjadi calon Sintren Sintren, Kemlandang harus mengundang arwah salah satu penjaga laut Tegali. Dalam hal ini Dewi Rantamsari yang datang dan akan masuk ke dalam tubuh calon Sintren,” ujarnya.

Menurut Dakri, untuk mengundang Dewi Rantamsari, Kemlandang harus meminta nayaga dan penyanyi untuk membawakan lagu-lagu Sintren agar para calon Sintren siap untuk vidadar atau yang lainnya.

“Arak-arakan ritual Sintren dibuka dengan lagu “Kukus Gunung”: //Kukus gunung kukusé wong dan sekam padi 2x/Kebul-kebul ngenténi bernyanyi untuk tontonan koleksi //. lagu itu diulang. Baru kemudian Sintren akan calon diserahkan dengan rantai.

Ditambahkannya, setelah mendengar lagu mengalir dan Kemlandang berdoa dengan nafas api terangkat dan merasakan Dewi Rantamsari, Widadari merayap dari langit, keluarlah lagu “Sola Si Solandana”: //Sola Si Solandana/menyat mengajak. Widadari/ala Widadari daning sukma/ Widadari turun temurun/runtang-runtung sesanga nggo ngranjing gallus sira//.

Setelah lagu “Sola Si Solandana” dibawakan, lagu “Turun Sintren” menyusul: // Turun Sintren/Sintrené Widadari/fiorem yona-yani2x/kembangé si Jaya Indra/Kamijaya kita akan menemukan ranta, rantem-rantem kang dadi /aja sira gondra-gondré 2x/mérang-mérang suma progre//. Di akhir lagu, lagu “Sipati-pati” dikumandangkan: // Lima sayu sira up/sepati-pati gelem make-up/ning duru serawa anyar/ana lima sayu//. “Menyanyi adalah tanda yang dipakai Sintren,” ujarnya.

Setelah lagu “Sepati-pati” selesai, kata Dakri, lagu “Uren-urén Sintren” melanjutkan: //Sintren urén si urén kawor Kencana/kencana gombala intens/inten apa intens sukma/Widadari turun temurun ngprotect maring sing dadi/ sing dadi Jemajang Putri /ana Panji mengirim putrinya //.

“Lagu itu dinyanyikan hingga sangkar dibuka oleh Kemlandang. Saat Sintren di atas panggung, ia menari dengan rias wajah seperti Widadari dan kacamata hitam.

Menanggapi pertanyaan tersebut, saat pertunjukan Sitren usai, para penyanyi menyanyikan lagu “Turun-Turun Sintren” untuk mengajak Widadari. Kemudian lagu “Tangis Layung-layung” diperkenalkan: // Tangis Layung-layung/tangisé wong wedi mati/ala gendung éling-éling/sapa ira élingena ngejaba Pengéran ira/not gendung éling-éling//.

Pada prosesi ritual berikutnya, Kemlandang berbisik di telinga Sintren untuk membangunkannya dari pengaruh arwah Dewi Rantamsari Widadari. Begitulah prosesi ritual kesenian Sintren yang berbau mistis, namun sangat religi dengan lagu-lagu dalam kesenian tradisional Sintren yang masih melekat hingga saat ini. Untungnya, setiap Minggu pagi, di area Museum Semedon, diadakan pertunjukan Sintren!


Lanang Setiawan novelis yang menerima Penghargaan Sastra “Rancagé” 2011.

Baca juga : Berita Tegal