Yén nginang aja karo nginung
Yen Wis Nyayang menulis dengan bingung
Saya ingin pindah
kamu ingin menjadi bujangan
.
Itu adalah teks Tegalan Wangsalani yang pernah populer pada tahun 1950-an. Apakah Dinasti Tegalan lahir begitu saja tanpa ada kaitannya dengan kisah asmara antara pelaku Sintren dan penggemar Sintren?
Sintren adalah salah satu jenis kesenian tradisional yang lahir dari dan untuk rakyat. Kesenian ini tumbuh dan berkembang di pesisir utara Laut Jawa. Sebagai kesenian umum, pertunjukan Sintren merupakan satu-satunya bentuk permainan yang cukup enak dan mengundang keromantisan. Tak jarang, karenanya, banyak penonton atau pengunjung pentut alias terpikat dengan keindahan Sintren.
Pengarang Sintren sendiri masih perawan. Wajar jika pria harus dikejar oleh uang. Orang-orang yang berburu Sintren merupakan tanda gengsi masyarakat saat itu.
Sementara anak buah Sintren dikejar-kejar seperti laki-laki. Syaratnya hanya perempuan itu harus memiliki kemampuan melahirkan Sintren, yaitu masih perawan. Jika belum perawan, pertunjukan Sintren akan gagal. Sebaliknya, sekalipun pengarangnya perawan yang keras kepala, sekalipun pengarang Sintren akan segera dirasuki oleh Dewi Rantamsari. Siapakah Dewi Rantamsari? Ia adalah penjaga laut Tegal yang selalu masuk ke dalam tubuh Sintren saat pertunjukan berlangsung.
Orang-orang percaya kecantikan Sintren yang menakjubkan adalah karena pengaruh Dewi Rantamsari yang ada di tubuh Sintren. Itu tidak bisa dilakukan jika banyak orang tergila-gila. Dan ini ditandai dengan jumlah pengecoran sawyer mereka.
Bagi yang memang ingin menikah dengan mantan Sintren jangan ragu untuk membawanya pulang. Kemudian tamu tersebut diminta untuk tetap berada di ruang tamu. Saat malam menjelang, kita tahu perasaan penulis Sintren sebelumnya, kegelisahan para tamu. Dari dalam ruangan, wangsalan meraung dalam nyanyian.
Piring kecil
garpu di tengah lubang
Saya akan pergi ke kuk
pan kembali o umahé
Atau saat tamu hampir membobol kamar mantan Sintren, lagu itu menyelinap ke dalam bentuk lagu Wangsalan Tegalan.
Mereka membunuh Bontok
Mopen entrok tidak diperbolehkan
Saur manuk mereka akhirnya selesai. Keduanya milik Tegalan.
Alang-alang Diblakna
isin wirang didadekna
Jangan lupakan oman taline
mereka tidak berpuasa atau bingung
Nyangking émbér kiya tengen
njagong jéjér sering dirindukan
Andeng di atas mulut
yang stagnan sebagai inersia
Maka lahirlah Wangsalan melalui proses kreatif yang sangat unik. Peristiwa seperti inilah yang kemudian menjadi sumber proses kreatif Wangsalan yang kemudian menjadi andalan pementasan dalam pementasan Sintren.
——-
Lanang Setiawan, penulis dan novelis penerima Penghargaan Sastra “Rancage” 2011